Tuesday, 24 May 2016

PENYITAAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )
TENTANG
PENYITAAN

1.         Pengertian
Penyitaan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
2.         Ketentuan Hukum
a.         Pasal 1 butir 16 KUHAP memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penyitaan.
b.         Pasal  5 (1) huruf b angka  1, Pasal 7 (1) huruf d, Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42 KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam hal  penyitaan.
c.         Pasal 38, 128 dan Pasal 129 KUHAP mengatur dengan syarat-syarat penyitaan.
d.         Pasal 39 dan Pasal 131 KUHAP mengatur tentang benda/barang yang disita.
e.         Pasal 43 KUHAP mengatur tentang penyitaan yang hanya dapat dilakukan atas persetujuan dan izin khusus Ketua PN.
f.          Pasal 44 KUHAP mengatur tentang penyimpanan benda sitaan.
g.         Pasal 45 KUHAP mengatur tentang syarat-syarat benda sitaan yang dapat dijual lelang, dirampas atau dimusnahkan.
h.        Pasal 46 KUHAP mengatur tentang pengembalian benda sitaan kepada orang yang paling berhak/dari siapa benda itu disita.
i.          Pasal 47 KUHAP mengatur tentang kewenangan penyitaan terhadap syarat-syarat lain yang dikirim melalui kantor pos/telkom atau jasa pengiriman barang.
j.           Pasal 130 KUHAP mengtur tentang penanganan dan pengamanan terhadap benda sitaan.
k.         Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3.         Persiapan
Sebelum melaksanakan penyitaan, perlu dilakukan persiapan sebagai berikut:
a.         Mengajukan permintaan izin penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat yang ditandatangani oleh Kasubdit selaku Penyidik untuk memperoleh Surat Izin Penyitaan atau Surat Izin Khusus untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat/surat-surat lain.
b.         Menerbitkan Surat Perintah Penyitaan rangkap 10 (sepuluh) yang ditandatangani oleh Kasubdit selaku Penyidik, setelah memperoleh Surat Izin/Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat (salinan/foto copy Surat Izin/izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri dilampirkan pada Surat Perintah Penyitaan).
c.         Menerbitkan Surat Perintah Penyitaan tanpa Surat Izin/Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat terlebih dahulu, apabila tindakan penyitaan perlu segera dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
d.         Di setiap Kesatuan Polri ditunjuk petugas yang melakukan pengawasan terhadap barang-barang yang disita/barang bukti
e.         Dalam hal pejabat penandatanganan surat perintah penyitaan dan permintaan ijin penyitaan sebagaimana point a dan b tersebut diatas berhalangan maka penandatanganan surat tersebut dapat dilakukan oleh Dir Reskrimsus selaku Atasan Penyidik.

4.         Tata cara Penyitaan
a.         Penyitaan Benda
1)        Diluar hal tertangkap tangan :
a)        Diperlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri.
b)        Diperlukan Surat Perintah Penyitaan.
c)         Dapat dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas Perintah Penyidik.
d)        Penyitaan dilakukan terhadap benda-benda bergerak ataupun benda tidak bergerak yang dapat berupa :
(1)       Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga /diperoleh/sebagai hasil tindak pidana.
(2)       Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
(3)       Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan  tindak pidana.
(4)       Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
(5)       Benda lain yang  mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(6)       Benda yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit sepanjang memenuhi sebagaimana tersebut pada  (a), )b), (c), (d) dan (e).
2)        Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak :
a)        Dapat dilakukan tanpa Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri.
b)        Tidak diperlukan Surat Perintah Penyitaan.
c)         Penyitaan terbatas hanya terhadap benda bergerak saja.
d)        Dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas perintah Penyidik.
3)        Dalam hal tertangkap tangan
a)        Tidak diperlukan Surat izin/Surat Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri.
b)        Tidak diperlukan Surat Perintah Penyitaan
c)         Penyitaan dapat dilakukan terhadap benda dan alat yang ternyata diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
d)        Dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari Penyelidik atau orang lain.
e)        Dilakukan oleh Penyelidik, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari orang lain, untuk segera diserahkan kepada  penyidik/penyidik pembantu didaerah hukumnya dengan disertai BA tentang tindakan yang dilakukannya.
4)        Dalam hal penyitaan diluar daerah hukum, maka pelaksanaanya selain harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri juga didampingi oleh penyidik/Penyidik Pembantu yang ditunjuk oleh kepala Kesatuan daerah hukum tempat dilakukannya penyitaan.
5)        Penyitaan supaya dilakukan oleh paling sedikit 2 (dua) orang petugas.
6)        Menghubungi Kepala Desa/Ketua Lingkungan, diminta untuk menjadi saksi dalam tindakan penyitaan itu.
7)        Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas perintah Penyidik yang akan melakukan penyitaan menunjukkan Tanda Pengenal dan Surat Perintah Penyitaan (dilampiri salinan/foto copy Surat Izin/izin Khusus Ketua Pengadilan  Negeri) kepada tersangka/keluarganya dari siapa benda akan disita.
Benda-benda yang akan disita, diperlihatkan kepada tersangka/keluarganya/orang lain dari siapa benda-benda tersebut akan disita  termasuk data dan keterangan tentang asal benda-benda tersebut dengan disaksikan oleh Kepala Desa/Ketua Lingkungan Beserta 2 (dua) orang saksi.
8)        Membuat daftar benda-benda yang disita secara terperinci tentang jumlah atau berat menurut jenis masing-masing.
9)        Untuk kepentingan pengamanan, apabila dianggap perlu benda yang akan disita dilakukan pemotretan terlebih dahulu.
10)     Benda-benda sitaan dibungkus atau diikat menurut jenisnya masing-masing dan diberi label.
11)     Tata cara pembungkusan benda sitaan :
a)        Benda sitaan dibungkus dan diberi label
b)        Pada label tersebut harus dicatat :
(1)       Nomor registrasi barang bukti
(2)       Jenis
(3)       Jumlah dan atau beratnya
(4)       Ciri maupun sifat khasnya.
(5)       Tempat, hari dan tanggal penyitaan
(6)       Nomor laporan Polisi.
(7)       Identitas orang dimana benda itu disita
(8)       Ditanda tangani oleh yang menyita.
c)         Diberi lak dan stempel
d)        Terhadap barang sitaan yang berbentuk cairan, bubuk dan mudah menguap agar dibungkus sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kemungkinan hilang atau berkurangnya jumlah barang bukti yang telah disita.
 
12)     Untuk pembungkusan dan penyegelan benda sitaan/barang bukti ini dibuatkan Berita Acaranya yang memuat uraian tentang alat/pembungkusan dan penyegelannya sehingga barang atau benda sitaan tersebut tidak dapat dikeluarkan dari dalam pembungkusnya tanpa merusak segel dan pembungkus itu sendiri.
13)     Untuk benda sitaan yang tidak mungkin dibungkus.
a)        Diberi label yang memuat catatan yang sama seperti label dimaksud pada huruf k, diatas, kemudian ditempatkan atau dikaitkan pada bagian  benda sitaan yang memungkinkan label tersebut mudah terlihat.
b)        Dalam hal benda sitaan disimpan didalam kemasan/peti dan jumlahnya banyak sehingga benda sitaan akan disimpan tetap ditempat semula, maka dengan mempergunakan benang (tali) yang kuat, peti-peti tersbut dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa dan pada bagian-bagian tertentu tali tersbut disimpul dan dilak serta cap/stempel lak, sehinga apabila ada perubahan  (diambil dan sebaginya) akan mudah diketahui oleh petugas.
14)     Memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka/ keluarganya/ jawatan/ lembaga/ orang  lainnya yang menyerahkan benda-benda yang dapat disita.
15)     Membuat Berita Acara Penyitaan yang setelah dibacakan terlebih dahulu oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik yang melakukan penyitaan atas perintah Penyidik, kemudian ditanda tangani olehnya dan oleh tersangka / atau keluarganya / lembaga / orang lain dari siapa benda itu disita  serta diketahui Kepala Desa/Ketua Lingkungan.
16)     Dalam hal tersangka/keluarganya/jawatan/badan/orang lainnya dari siapa benda tersebut disita menolak untuk menandatangani Berita Acara Penyitaan, dicatat didalam Berita Acara Penyitaan dan disebutkan alasan penolakan tersebut.
17)     Benda yang telah disita harus dicatat didalam Buku Register Barang Bukti.
18)     Barang Bukti harus disimpan :
a)        Ditempat penyimpanan barang bukti pada kantor kepolisian setempat.
b)        Di RUPBASAN, apabila sudah ada RUPBASAN.
c)         Ditempat penitipan barang pada Bank Pemerintah.
d)        Ditempat semula ketika benda itu disita.
19)     Penyerahan barang bukti kepada pejabat RUPBASAN dilaksanakan dengan surat pengantar yang dilampiri daftar barang bukti yang diserahkan dan dibuat Berita Acara Penyerahan Barang  Bukti.
20)     Penyimpanan barang bukti di kantor Kepolisian dilakukan oleh petugas khusus yang ditunjuk untuk itu. Untuk setiap penyerahan barang bukti dari penyidik/penyidik pembantu yang melakukan pemeriksaan atau dari petugas yang memberikan Surat Tanda Penerimaan. Barang harus disimpan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab.
21)     Sebelum adanya RUPBASAN, pertanggung jawaban fisik atas barang bukti ada pada petugas penyimpanan barang bukti, sedangkan yang berwenang dalam pelaksanaan penyidikan perkara yang bersangkutan. Untuk keamanan barang bukti siapapun dilarang memakai barang bukti.
22)     Setelah ada RUPBASAN, pertanggung jawaban fisik ada pada pejabat RUPBASAN , sedangkan tanggung jawab Yuridis ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam rangka proses peradilan pidana.
23)     Dalam hal barang bukti akan dilelang, maka sebagian kecil disisihkan untuk keperluan pembuktian didepan sidang pengadilan, hasil lelang disimpan untuk pengganti barang bukti proses lelang agar mengacu kepada Pasal 45 KUHAP dan penjelasannya. Untuk itu dibuat BA Penyidikan Barang Bukti dan Berita Acara Pelelangan.
24)     Dalam hal penyidik/penyidik pembantu mengembalikan barang bukti, karena :
a)        Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi (setelah dikonsultasikan lebih dahulu dengan penuntut umum dan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang).
b)        Ada putusan pra Peradilan yang menetapkan bahwa ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian dan harus dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. 
c)         Penyidikan dihentikan, karena tidak cukup bukti, atau bukan merupakan tindak pidana, atau demi hukum. Untuk itu harus dibuat Berita Acara Pengembalian barang bukti.
25)     Dalam hal penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena tidak cukup bukti, atau penyidik sudah tidak membutuhkan lagi, maka barang bukti yang disita harus dikembalikan kepada pihak yang berhak,  sepanjang pihak tersebut mempunyai bukti-bukti yang memperkuat kepemilikannya.
 
b.         Penyitaan Surat Lain
1)        Diperlukan Surat Izin Khusus Ketua Pengadilan.
2)        Penyidik/Penyidik pembantu secara tertulis meminta kepada Kepala Kantor Pos, Telekomunikasiatau Perusahaan Komunikasi atau transportasi atau perusahaan jasa yang terkait, agar mnyerahkan “Surat Lain” yang diperlukan.
3)        Pembukaan “Surat Lain” dilakukan dengan cara memotong salah satu sisi sampul surat sedemikian rupa sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang ada didalam sampul tersebut.
4)        Apabila setelah dibuka dan diperiksa ternyata “Surat Lain” tersebut mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa, maka dilakukan penyitaan.
5)        Apabila ternyata “Surat Lain” tersebut tidak mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang “DIBUKA OLEH PENYIDIK”, dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan, nama dan pangkat Penyidik/Penyidik Pembantu yang bersangkutan, kemudian dikembalikan kepada Kepala Kantor  Pos dan Telekomunikasi atau Transportasi atau Perusahaan  Jasa yang terkait dengan dibuatkan Tanda Bukti Penyerahan Kembali.
6)        Penutupan kembali “Surat Lain” yang tidak disita adalah dengan cara menutup dengan kertas yang dilem sedemikian rupa sehingga tidak mudah dibuka kembali dan dicap yang membekas pada sebagian kertas penutup dan sebagian pada sampul surat tersebut.
7)        Dibuat Berita Acara tentang pembukaan, pemeriksaan dan penyitaan “Surat Lain” tersebut, ditanda tangani oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dan Kepala kantor Pos dan Telekomunikasi atau perusahaan jasa terkait, atau perusahaan komunikasi atau transportasi.
 
5.            Hal yang perlu diperhatikan
a.         Termasuk penyitaan adalah membuka dan memeriksa “ surat lain” yaitu surat dari dan kepada tersangka yang dikirimkan melalui kantor pos dan telekomunikasi,perusahaan komunikasi dan transportasi yang dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa dan pelaksanaannya harus dengan ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri.
b.         Dalam hal benda sitaan terdiri dari atas benda yang lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau jika biaya penyimpanannya menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya, dapat dijual lelang oleh penyidik  dalam hal perkara dalam tahap penyidikan dan pelaksanaannya dikoordinasikan dengan  Kantor Lelang Negara tanpa perlu adanya penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri.
c.         Terhadap barang barang sitaan harus dirawat dan dijaga keutuhan dan keasliannya dan Harus dicatat secara rinci meliputi  jenis, kualitas dan jumlahnya,keadaan/bentuk dan ciri-ciri khusus dari benda sitaan serta harus diperhatikan aspek pengamanannya.
d.         Memperhatikan klasifikasi benda sitaan dan penanganan khusus,maka agar tidak hilang atau rusak, harus diperhatikan pengawasan dan pengamanannya, seperti : benda yang berbahaya (mudah terbakar,meledak), benda yang perlu pengamatan (sperma,darah), benda-benda yang bernilai ekonomis (perhiasan emas, berlian, mutiara,uang dan sebagainya).
e.         Dalam melakukan penyitaan minimal harus disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang identitasnya jelas.
f.          Perlakuan terhadap barang sitaan berupa uang, harus dihitung lembar perlembar, catat angka nominal dan nomor seri.
g.         Penyitaan terhadap barang bukti yang tidak bergerak, harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
h.        Penyimpanan barang bukti hasil sitaan sedapat mungkin disimpan di RUPBASAN.

6.            Penutup
a.         Standar Operasional Prosedur Penyitaan menjadi acuan bagi penyidik  dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana.
b.         Hal-hal yang belum diatur dalam Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini akan ditentukan kemudian.
c.         Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.
d.         Ketentuan yang belum diatur dalam Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini akan diatur lebih lanjut.
e.         Ketentuan yang bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
 
sumber:
 
Salam
Adv. Aslam Fetra Hasan S.H.,C.L.A
HP/WA: 081905057198
BBM: 227D528D
Email: a.f.hasanlawoffice@gmail.com
Blog: hukumacara1.blogspot.co.id
 

No comments:

Post a Comment